10 tahun yang lalu nama Indonesia populer disebut sebagai anggota negara Fragile Five. Julukan untuk negara yang mengalami Twin Deficit yaitu pada fiskal deficit dan current account deficit (CAD) yang utamanya akibat impor lebih besar dari ekspor.
Twin deficit ini mulai terjadi sejak 2012, karena permintaan impor Indonesia meningkat terus, sementara ekspornya yang mengandalkan jualan batu sama minyak goreng gitu-gitu aja, naik turun bergantung pada harga komoditinya. Karena twin deficit ini akibatnya rupiah terus melemah sejak 2012. Padahal kalau kita lebih mundur ke belakang tahun 2000an rupiah relatif stabil, malah sedikit menguat.
Dibandingkan fiskal defisit yang alias ngutang, masalah current account deficit yang utamanya akibat defisit perdagangan ini masalah yang lebih serius, kenapa? Masalah utang merupakan masalah seluruh Negara di dunia, setidaknya secara relatif Indonesia masih lebih baik. Namun tidak demikian dengan defisit perdagangan.
Begini, Untuk ekonomi mau maju meningkat, impor sudah sewajarnya meningkat seiring meningkatnya daya beli. Lagipula tidak ada negara yang bisa berkembang tanpa berdagang. Bahkan Negara eksportir pun pasti akan membutuhkan komponen dari impor. Namanya berdagang, impor dan eksport dua-duanya turut meningkat.
Masalahnya ekspor Indonesia begitu-begitu saja tidak naik. Jadi ya kalo ekonomi Indonesia mulai naik, impor mulai meningkat, current account deficit Indonesia meningkat parah. akibatnya rupiahnya melemah lagi.
Pada akhirnya ekonomi harus lambat kembali menyesuaikan. Karena kalau rupiah terus dibiarkan melemah nantinya menyebabkan inflasi yang pada akhirnya merusak perekonomian itu sendiri. Karena current account defisit ini menyebabkan perekonomian kita jadi kayak tersandera..
*Lebih banyak impor daripada eksport artinya lebih banyak orang yang jual rupiah (importir) daripada membeli rupiah (pemasukan eksportir), mengakibatkan rupiah melemah. Makanya no wonder indeks saham Indonesia mandek ga ke mana-mana, lebih bagus imbal hasil deposito 10 tahun terakhir daripada investasi di saham.
Sama juga dengan harga properti yang flat ga ke mana-mana. Yang ngaku harga naik cuma para developer dan agent aja yang lagi jualan. Tapi kalau kita lihat harga riil di pasar sekunder. Secara nasional terutama kota besar, ya jelek dalam 10 tahun terakhir. Untuk diketahui naik turunnya harga properti itu memiliki korelasi yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi.